Jumat, 07 Juli 2017

Kapal Layar


Hai!
Apa kabar?
Apa benar yang ku dengar?
Bahwa kau sedang berlayar?

                


                 Mencari sosoknya yang entah kemana
                 Mengarungi seluruh samudera
                 Berlayar hingga berapa lama
                 Tapi tak kunjung menemukannya





Kau tahu? bukan dia, tapi dirimulah yang hilang
Aku hanya memintamu sedikit waktu luang
Agar setidaknya kita bisa berpetualang 
Namun malah badai yang kau pilih untuk diterjang




               

                  Aku masih disini memegang layar kapalmu
                  Masih sama dengan luka yang terburai
                  Namun, mana mungkin kau peduli?
                  Semua ini hanya mampu untuk ku redam




Hingga badai itu berhenti
kau masih saja berlari
Padahal sebenarnya ia tak pernah pergi
Ia ada disini bersembunyi






                  Walau aku hanya awak kapalmu
                   Akulah yang paling mengerti isi kapal ini
                   Karena apabila muncul satu lubang
                   Kau akan tenggelam, juga aku.




                      -S-

Sabtu, 27 Mei 2017

Yang Tak Pernah Sama

Surat Pertama.

Kepada : Kau dan Aku yang tak pernah sama
Dari     : Seseorang yang kau kenal


        Aku pernah mengenal seseorang yang selalu berkata  "semua akan baik-baik saja" dalam setiap kesempatan ketika aku hampir putus asa. Seseorang yang selalu menguatkanku walau aku tahu bahwa dirinya pun rapuh. "Tuhan pasti tau yang terbaik untukmu, jadi bersabarlah barang sebentar pasti ada hal yang lebih indah telah menanti di ujung sana" kalimat itu selalu ku ingat ketika aku mengalami sebuah kegagalan. Kalimat itu tercipta ketika aku  terjatuh ke dalam lubang yang sangat dalam hingga diriku pun tak tahu bagaimana untuk menyelamatkan diri dan keluar dari lubang itu. Namun tiba-tiba kau datang membawa sebuah tambang dan menarikku ke atas dan membantu diriku untuk berdiri lagi.  Aku selalu percaya bahwa tuhan punya rencana yang lebih indah dari apa yang kita rencanakan. Seperti halnya dirimu, yang ku harapkan sebagai seseorang yang dikirim oleh tuhan untuk selalu berjalan beriringan denganku dan menguatkanku untuk selalu berdiri di kaki sendiri dan bangkit ketika keadaan meremehkanku.

       Namun ternyata aku salah. Tuhan mengirimkan mu dan menjadikan dirimu hanya sebagai ujian untuk ku. Ketika aku mulai berdiri, bangkit, dan lupa akan luka serta mulai bertanya tentang segala, kau malah menyebut nama yang lainnya. Aku terus mencoba untuk memahami keadaan. Apakah aku melakukan sebuah kesalahan?  Yang aku tahu dari kisah yang ku rajut sendiri adalah bahwa kau dan aku tak akan pernah sama. Aku tak akan pernah bisa menhidupkan mu di duniaku. Dan aku tak akan pernah bisa menjadi seseorang yang berarti di duniamu. Aku belajar darimu bahwa yang ada di depan mata belum tentu dianggap ada. Kau terlihat begitu dekat, namun nyatanya kau malah pergi jauh.


      Aku telah menjadikan mu sebuah pijakan, namun ternyata berpijak di tempat yang salah akan terasa lebih sakit ketika terjatuh, dibandingkan dengan melihat lubang dan terjun ke dalamnya. Jika ada yang bertanya siapa dia (kau)? maka aku akan selalu menjawab, dia adalah sebuah semesta, semesta bagi para penyair untuk merangkai kata. Aku memnganggapmu sebuah semesta dengan kesadaran bahwa kau hanya menganggapku  sebagai sebuah bintang diantara miliyaran bintang lainnya. Biasa, tidak istimewa adanya.


      Aku selalu tahu dimana kisah ini akan berakhir, tetapi aku selalu berharap bahwa suatu saat kau sendiri yang akan merubahnya. Dan saat itu terjadi aku masih disini, masih menjadi orang yang sama. Tanpa kau minta, aku sudah sadar dan akan pergi dengan sendirinya. Perihal rasa? tentu aku melakukan sebuah kesalahan besar. Kesalahan fatal yang membuatku menyesalinya setiap saat. Jatuh cinta padamu. Aku hanya meminta untuk diizinkan menyimpan rasa ini sedikit lebih lama. karena sejatinya tak akan ada rasa yang hilang sepenuhnya.





                                                                                                              Jakarta, 27 Mei 2017
Selamat tinggal









     

Kamis, 25 Mei 2017

Sebuah Masa







Terjebak di antara lintasan memori yg tak pernah mati semacam lebih mudah untuk kecewa dibanding tertawa lebih mudah mengeluh dari pada berpeluh dan lebih mudah menjadi nestapa dibanding tersenyum bahagia. Sepi, sendiri bersama ribuan rintik hujan hari ini tak akan pernah menghapus segala kedukaan dihati. Hanya pada sebatang Pohon Oak aku mampu bicara segala duka, karena ia tak akan pernah marah jika aku berbuat salah, tak akan tertawa ketika aku kecewa dan Pohon Oak, mungkin kau tak akan pernah menjawab semua tanyaku,  namun dengan kesediaan mu untuk mendengar segala keluh dan selalu menjadi tempat bersandar dikala resah menguasai itu pun lebih dari cukup. Dan kepadanya aku titip salam semoga ia selalu bahagia.
-S-

[Tanda Tanya] Di tepian aku sedang menjamu Pilu yang rampung diramu Mencoba berkelakar dengan kalbu Berdesing menggapai sendu Sudah a...