Dalam setiap kesempatan bertukar pandang, aku selalu berusaha menerawang jauh ke dalam pantulan cahaya bola mata cokelat itu, adakah aku di dalamnya? atau sekali saja bola mata itu balik menerawang jauh ke dalam pantulan cahaya bola mataku?
Di dalam sana, yang aku tahu terpatri seseorang yang tak akan pernah pergi, bukan aku tentu, yang lainnya.
Semuanya terasa menjadi abu kala itu. Seolah langkah tak lagi berkawan dengan raga diperjalanan, hanya terseok-seok dan tertatih tanpa tujuan.
Dulu, yang aku tahu bahwa kita saling mengerti dan memahami. Namun, saat ini aku hanya bisa mencarimu di dalam gelap, tak pernah sekalipun mengerti mengapa hal seperti saat ini bisa terjadi, jauh.
Suara derung dan klakson mobil kala melewati jalanan padat ibukota, tak pernah terdengar bising ditelingaku kala kulalui perjalanan bersamamu. Namun, saat ini musik indah yang mengalun lembut terdengar bising ditelingaku tanpa kehadiran dirimu.
Kurasa, sudah terlalu jauh perjalanan ini bila diakhiri hanya sampai disini. Aku ingin tetap melanjutkan perjalanan yang telah aku mulai. Meski begitu, tak akan pernah ku lupakan waktu dimana ada seseorang yang begitu berarti dan membuatku menghentikan perjalanan ini untuk sementara.
Dia, terbaik dari yang terbaik.
Mengantarkanku pada,
Distopia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar