Sabtu, 03 November 2018

Ranting Rapuh

Surat Ke Tiga
Ibu kota, 3 November 2018

Kepada: Kau dan Aku yang tak pernah sama
Dari : Seseorang yang kau kenal 


Halo! apa kabar? sudah 5 bulan sejak onggokan suratku yang terakhir. Bagaimana keadaanmu? apakah baik? aku disini? agaknya sudah tak tahu batasan antara kabar baik dan buruk. Hanya ingin bercerita padamu bahwa aku sedang dalam keadaan yang tidak baik, rasanya semua berjalan tak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Dahulu, ketika aku mengalami masa-masa seperti ini dirimulah yang selalu berada ditepi jalan dan "menjemput"ku dengan seluruh untaian aksara ajaib yang bisa membuatku berdiri lagi. "Tenang kamu pasti bisa, kamu orang terkuat yang pernah aku kenal, hal seperti ini hanya kerikil bagimu, kamu pasti bisa. Istirahatlah sejenak jika lelah, tetapi selesaikanlah apa yang sudah kamu mulai" seuntai kalimat yang selalu ku ingat darimu. Sesungguhnya sumber kekuatan itu berasal dari suntikan aksara yang kau rangkai dan ucapkan padaku. 

Namun, ku rasa kekuatan waktu tak mampu untuk dikalahkan siapapun. Waktu yang membawa kita menebar jarak diantara kata, waktu yang menyeretmu ke dimensi yang lebih jauh, waktu yang mengubahku jadi rongsokan. Aku pikir waktu hanya perihal konspirasi, tapi nyatanya waktu bukan hanya omongan basa-basi. Aku kalah. Bisakah kau kembali? Hadir disini walau tak bisa menemani? Aku kehilangan, kehilangan setiap detik waktu hanya untuk melakukan kilas balik kala itu, dimana kau masih nyata. 

Sepanjang jalan ini, aku terus dibodohi memori lawas bagai kaset pita dengan film yang kusut. Proyeksimu semakin nyata kala aku jatuh, mengulurkan tangan ketika aku tak sanggup untuk berdiri. Namun, ketika aku menggenggam tangan itu kau tak lagi ada disana. Perjalanan ini pernah ku hentikan karenamu, karena dirimu. Terjebak dengan zona nyaman akan kehadiranmu. Membuatku membuang waktu hanya untuk menunda kekalahan. 

Sungguh, jika aku diberikan kesempatan aku hanya ingin meminta satu hari dimana aku bisa mengulang semua yang pernah kita lalui dahulu. Walau lebih banyak hitam dibanding putih tetapi aku merasa bahwa aku punya orang lain yang selalu ada disisiku. Kau pernah bilang bahwa kau tak akan pergi kemanapun, kau akan selalu berdiri ditempat yang sama kala pertama kita berjumpa. Namun, sudah lebih dari separuh waktu aku menunggumu di tempat itu tetapi bayanganmu tak pernah ku lihat ada disana.

Katamu semua akan baik-baik saja, tapi kenyataannya malah kau yang membuat segalanya menjadi tidak baik-baik saja. Aku masih terpaku disini, dibekukan memori dan berusaha menyembuhkan luka yang nyatanya tak semudah merangkai kata. Lantas apa? apakah aku masih harus bersabar? masih berkewajiban selalu terlihat baik-baik saja setiap saat? berlakon tangguh dan kuat? bahkan kala aku harus kehilangan dirimu, masih? apa masih?

Aku b e r a n t a k a n.

-s-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[Tanda Tanya] Di tepian aku sedang menjamu Pilu yang rampung diramu Mencoba berkelakar dengan kalbu Berdesing menggapai sendu Sudah a...